Uskup itu sekarang ingin melihat suatu keputusan yang prinsipil, berdasarkan ketentuan undang-undang yang manakah suatu persekutuan gerejani dilarang memasuki suatu daerah tertentu.
Jika tidak berdasarkan suatu garis pemisah, bagaimana telah dinyatakan oleh pemerintah, maka pastilah tidak bisa lain daripada berdasarkan pasal 177 I.S. (Indische Staatsregeling).
Padahal, di dalam pasal ini hanya dikatakan tentang pemberian izin kepada pribadi-pribadi yang konkret, bukan mengenai persekutuan-persekutuan gerejani.
Dalam perundingan-perundingan mengenai hal ini di Batavia ternyata bahwa pemerintah bersedia mengambil sikap yang liberal. Hal itu sesuai dengan pernyataannya mengenai izin masuk bagi Misi dan Zending ke Bali.
Di dalamnya dinyatakan bahwa menurut pasal 177 I.S, maka pada prinsipnya tidak boleh ada keberatan terhadap pemberian izin masuk pada umumnya.
Pasal ini dimaksudkan hanya untuk secara insidentil mengadakan pengawasan preventif demi kepentingan keamanan dan ketertiban dan sekali-kali tidak boleh dipergunakan untuk menghalang-halagi kebebasan kaum pribumi, yang dengan suka rela ingin berkenalan lebih dekat ataupun berpindah kepada agama Kristen.
Baca Juga: PMKRI Merauke Mengadakan Nobar Film Mama Malind Su Hilang
Ketika sudah jelas bagi Residen Haga, bahwa Gubernur Jendral mau memberikan izin masuk umum tanpa pembatasan-pembatasan lebih jauh, maka ia mengusulkan kepada Mgr. Aerts, MSC supaya diadakan suatu persetujuan.
Dia bersedia memberi masukan yang baik bagi pemberian izin masuk secara umum, asalkan uskup mau berunding dulu, sebelum memulai suatu karya misi di daerah. Karena uskup mengira, hal demikian telah disetujui di ibu kota, maka beliau pun menyetujuinya sesudah ada sedikit keraguan.
Inilah yang dinamakan gentlemen’s agreement dari tahun 1935. Suatu perjanjian lisan, yang kemudian dicantumkan di atas kertas oleh Haga secara sepihak.
Pada 1 Mei 1936 Gubernur Jendral memberi kepada semua misionaris yang bekerja di dalam vikariat izin masuk khusus menurut pasal 177 untuk seluruh Keresidenan Maluku. Dengan demikian, untuk pertama kalinya seluruh wilayah Irian Jaya terbuka bagi misi.
Dari pihak pemerintah pusat tidak ada lagi rintangan-rintangan, tidak ada daerah-daerah yang dibatasi, tidak ada garis pemisah lagi.
Baca Juga: Tiga Pimpinan TPN PB Menyerah, Jubir TPN PB: Itu Propaganda TNI Polri
Akan tetapi, dalam bulan-bulan berikutnya makin jelas kelihatan, persetujuan yang dicapai antara residen dan uskup itu malahan mengancam akan menjadikan izin masuk ke seluruh wilayah itu suatu dokumen yang tidak ada gunanya.
Artikel Terkait
Jelang HUT-89 Injil Masuk di Ninati, Gereja Katolik Gelar Pentas Seni
Hari Arwah Sedunia, Umat Katolik Jayapura dan Keerom akan Ziarah ke Makam Misionaris
128 Mahaiswa Katolik Uncen Ikut Temu Akrab UKM KMK St. Alexander
Gua Maria di Nabire, Ziarah Katolik Paling Asri di Lagari yang Bisa Dikunjungi