The Papua Journal - Sejak disahkan pada 2008 hingga kini jelang revisi kedua, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah memakan banyak korban akibat muatan pasal bermasalah di dalamnya yang bisa menjerat siapa saja.
Karenanya, diperlukan segera #RevisiUUITE yang berkeadilan dan menghormati HAM, khususnya kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara.
Baca Juga: Berani Mengambil Resiko
Beberapa lembaga yang tergabung dalam Koalisi Serius Revisi UU ITE mengadakan rangkaian agenda Pekan Ekspresi dan Informasi sejak 3 maret 2023 via berbagai platform media sosial. Agenda ini dilakukan sebagai rangkaian diskusi terkait pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE.
"UU ITE yang berlaku saat ini masih banyak memuat pasal karet yang mengancam HAM dan demokrasi, terlebih lagi masih sering digunakan untuk mempidanakan orang secara tidak adil," tulis Koalisi dalam media rilis yang diterima The Papua Journal, Kamis (16/03).
Fatalnya, UU ITE justru dominan digunakan untuk mengkriminalisasi warga negara untuk melindungi kepentingan mereka yang berkuasa.
Baca Juga: Wings Air Hentikan Sementara Penerbangan ke Dekai, Yahukimo
Data SAFEnet menunjukkan 70 persen kasus pemidanaan dengan UU ITE justru dilakukan oleh pemerintah, aparat, dan pengusaha. Sementara itu, sisanya 29 persen dilakukan oleh orang awam dan 1 persen tidak jelas.
Penerbitan Surat Keputusan Bersama Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah ditandatangani oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung RI, dan Kepala Kepolisian RI dan resmi berlaku pada 23 Juni 2021, faktanya tidak mampu menghentikan praktik kriminalisasi dengan jerat pasal karet dalam UU ITE.
Baca Juga: Para-para Kamp Wolker
Pada 2020, SAFEnet mencatat adanya 84 kasus pemidanaan terhadap warga net, dan 64 diantaranya menggunakan UU ITE. Sejak 2019 hingga mei 2022, Amnesty International Indonesia juga mencatat setidaknya 332 orang dituduh melanggar pasal-pasal bermasalah yang multitafsir dalam UU ITE.
"Selain itu, kebijakan ini juga kerap menjadi alat untuk menyerang perempuan korban kekerasan. Saat banyak korban kekerasan masih sulit mengakses bantuan dan kemudian mencari bantuan lewat media sosial, ternyata media sosial itu belum juga menjadi ruang aman," tulis Koalisi lagi.
Perempuan korban sering dihantui dengan adanya pencemaran nama baik dan pasal penyebaran muatan informasi yang melanggar kesusilaan. Kedua pasal ini sering disalahgunakan untuk mengancam korban kekerasan yang berusaha melawan.
Baca Juga: SMI Gelar Aksi Tolak Perpu Cipta Kerja
Artikel Terkait
8.300 Buruh Belum Dapat Upah, LBH Papua: PT Freeport Indonesia Langgar UU Ketenagakerjaan
Pemerintah Terbitkan Perpu 2 Tahun 2022 Pengganti UU Cipta Kerja
Alur Pendidikan dan Karir Psikologi Berdasarkan UU PLP No. 23
Jenis Layanan Psikologi berdasarkan UU PLP No. 23
Surat Tanda Registrasi (STR) Psikolog Berdasarkan UU PLP No 23
Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan UU Perkawinan yang Diajukan Ramos Petege