The Papua Journal - Komunitas Fajar Sikka menggelar Bootcamp bertajuk “The Spirit of Maumere”, yang berlokasi di Bethesda, Desa Waira, Kecamatan Kewapante Kabupaten Sikka pada Sabtu-Minggu, 27-28 Mei 2023.
Tujuan kegiatan ini yaitu membangun kolaborasi lintas komunitas yang dijiwai oleh semangat inklusi.
Baca Juga: Seminar dan Diskusi Publik: Menggali Sejarah dari Pelaku Sejarah Misi Katolik di Tanah Papua
Saat membuka agenda kegiatan, Hendrika Mayora Victoria, sebagai penanggungjawab kegiatan menyatakan bahwa Bootcamp tersebut merupakan mimpi komunitas Fajar Sikka untuk membangun semangat komunitas orang muda di Sikka untuk berdiskusi, bertukar pendapat dalam merespon isu-isu sosial yang berkembang di masyarakat.
“Bootcamp bertajuk The Spirit of Maumere merupakan kegiatan yang berupaya untuk membangun semangat inklusi dalam kerja-kerja komunitas, maupun di dalam kehidupan masyarakat. Karena itu, selain membagikan pengalaman serta pengetahuan, kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal untuk menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai keberagaman”, ungkap Mayora, sapaan akrabnya.
Hendrika Mayora Victoria menyatakan bahwa saat ini wacana tentang inklusi sosial menjadi tema yang menarik perhatian publik.
Baca Juga: Baik di Awal, Buruk di Akhir
Karena itu, ia berharap dalam pembangun di kabupaten Sikka, pemerintah perlu memperhatikan pemenuhan hak dasar masyarakat rentan seperti kelompok transpuan dan disabilitas, baik dalam level pengembangan sumber daya maupun infrastruktur.
“Saya berharap bahwa ke depannya, pemerintah juga perlu mempertimbangkan isu inklusi sebagai cara untuk menghargai keberagaman baik dalam level kebijakan serta pembangunan di kabupaten Sikka’, pungkas Hendrika Mayora Victoria dalam media rilis yang diterima The Papua Journal, Senin (29/05).
Sanada, Maris Key, salah satu pesertayang terlibat dalam kegiatan, dan merupakan perwakilan dari komunitas Forsadika juga memberikan tanggapan terkait kegiatan yang digelar.
Baca Juga: 7 Hal yang Perlu Kamu Tahu Tentang Yogyakarta
Saat diwawancarai, dirinya mengungkapkan bahwa dengan adanya ruang perjumpaan atar komunitas, segala harapan dan kegelisahan komunitas dapat disampaikan dan dicarikan solusi bersama.
“Saya berterima kasih kepada Komunitas Fajar Sikka yang sudah menginisiasi kegiatan ini. Harapan saya, semoga ruang ini menjadi jembatan untuk menyalurkan aspirasi terkait pemenuhan hak-hak dasar kelompok rentan di Sikka. Karena selama ini, pemerintah seolah-olah menutup mata untuk menjawab kebutuhan kami, baik itu alat bantu, maupun program pemberdayaan”, ungkap Maris Key, salah seorang penyandang disabilitas.
Bootcamp tersebut juga dihadiri oleh Eduardo Mote, Chief Executive Officer (CEO) dari Yayasan Papua Mandiri. Saat diwawancarai, beliau mengungkapkan apresiasinya atas kegiatan yang digelar ini.
Artikel Terkait
Komunitas Literasi Polis Gelar Nobar dan Diskusi Film Sa Pu Hutan
Komunitas Camping yang Mengenalkan Alam Raja Ampat
Komunitas Ambonggo Belum Dapat Dukungan Pemda Boven Digoel
Komunitas Polis Adakan Nobar dan Diskusi Film Senyap
Komunitas Literasi Polis Hadir di Kampus Universitas Musamus
Hery Yogaswara: Pendidikan Adat Harus Berbasis Komunitas Adat
Michelin Sallata: Transfer Pengetahuan menjadi Roh bagi Komunitas Adat
Komunitas Green Papua: Pentingnya Perspektif Penyelam Dalam Kasus Filep Karma
Pengalaman Pertama Mahasiswa STFT IS Kijne Angkatan 2021 Bermusik di Komunitas Internasional
Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta Tolak Pelabelan Negatif Komunitas Perempuan di Indonesia