The Papua Journal - Prof Denny Indrayana, Guru Besar Hukum Tata Negara menegaskan, tidak ada pembocoran rahasia negara terkait dugaan membocorkan hasil putusan Mahkamah Konstitusi soal sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup.
“Soal informasi yang saya sampaikan, bahwa Mahkamah Konstitusi akan memutuskan sistem pemilu legislatif kembali menjadi proporsional tertutup, viral dan ramai diperbincangkan. Terkait hal itu, ada beberapa hal yang perlu saya tegaskan,” kata Prof Denny Indrayana melalui media rilis yang diterima The Papua Journal, Selasa (29/05).
Baca Juga: Masyarakat Gunungkidul Rintis Agrowisata Tanaman Semangka
Sebagai akademisi sekaligus praktisi – Guru Besar Hukum Tata Negara dan advokat yang berpraktik tidak hanya di Jakarta (Indonesia) tapi juga Melbourne (Australia), Ia paham betul untuk tidak masuk ke dalam wilayah delik hukum pidana ataupun pelanggaran etika. Kantor hukumnya sengaja diberi nama INTEGRITY, dimaksudkan sebagai pengingat kepada kami, untuk terus menjaga integritas dan moralitas.
“Karena itu, saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik,” katanya lagi.
Rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tentu ada di lembaga tersebut. Sedangkan, informasi yang diperoleh, bukan dari lingkungan Mahkamah Konstitusi, bukan dari hakim konstitusi, ataupun elemen lain di lembaga tersebut.
Baca Juga: Gelar Bootcamp Bertajuk The Spirit of Maumere, Komunitas Berkomitmen Bangun Semangat Inklusi
“Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan Mahkamah Konstitusi, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di Mahkamah Konstitusi,” ungkap Prof Denny Indrayana lagi.
Lanjutnya, silakan disimak dengan hati-hati, ia sudah secara cermat memilih frasa, “... mendapatkan informasi”, bukan “... mendapatkan bocoran”. Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Ia menulis, “ ... Mahkamah Konstitusi akan memutuskan”. Masih akan, belum diputuskan.
“Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah “informasi dari A1” sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menkopolhukam Mahfud MD karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya,” ujarnya lagi.
Baca Juga: Film Redeeming Love: Kekuatan Doa
Informasi yang diterimanya tentu sangat kredibel, dan karenanya patut dipercaya, karena itu pula Prof denny Indrayana memutuskan untuk melanjutkannya kepada khalayak luas sebagai bentuk public control (pengawasan publik), agar Mahkamah Konstitusi lebih berhati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut.
Ingat, katanya lagi, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding). Karena itu ruang untuk menjaga MK, agar memutus dengan cermat, tepat dan bijak, hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka Mahkamah.
“Meskipun informasi saya kredibel, saya justru berharap pada ujungnya putusan MK tidaklah mengembalikan sistem proporsional tertutup,” kata laki-laki yang juga berprofesi sebagai advokat ini.
Artikel Terkait
Wadas Menolak Lupa, Represi dan Kedzaliman Negara
LSII: Survei Kondisi Sosial Politik Nasional Jelang Pemilu 2024
LSII: Survei Kepemimpinan Nasional Jelang Pemilu 2024
Sistem Noken Dalam Pemilu Perlu Ditinjau dari Beberapa Hal
Titus Pekei: Penyelenggara Pemilu Harus Paham Obyektivitas di Lapangan
Koalisi Tuntut Negara Proses Peradilan atas Kasus Penembakan dan Mutilasi Timika
Adhy Riadhy Arafah: Negara Wajib Lindungi Pilot Susi Air
Pemuda dan Mahasiswa Papua Selatan: Klaim Tanah Milik Negara Hacurkan Tanah Adat
366 WNI Masuk DPS Vanimo untuk Pemilu 2024
Agus Tri Yuwono: Generasi Z Berpengaruh pada Suara Pemilu 2024