The Papua Journal - Gerdha Kristina Ivony Numbery, penanggap pertama dari bedah buku Hidup Papua Suatu Misteri mengatakan bahwa perspektif gender dalam buku tersebut tidak kelihatan.
Menurut Dosen Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih (Uncen) ini, keenam bab buku tersebut belum membahas soal suara-suara kaum perempuan dalam melawan arus perubahan.
“Dalam perspektif gender, saya tidak menemukan adanya suara kaum perempuan dalam arus perubahan modernisasi,” terangnya dalam webinar yang diselenggarakan Papua Center Lembaga Penelitian Dan Pengembangan Sosial Dan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (LPPSP FISIP UI), Jumat (23/09).
Baca Juga: Papua Center UI Bedah Buku Hidup Papua Suatu Misteri
Lanjutnya, praktek-praktek modernisasi yang memarjinalkan perempuan harus dilihat dengan lebih serius.
Pendapatnya, kita perlu mendengar bagaimana perempuan bersuara guna merespon proses perubahan yang memarjinalkan penduduk asli. Bagaimana perempuan-perempuan di Papua merespon perubahan yang hadir dan merenggut ruang-ruang hidup mereka.
Berkaitan dengan tidak munculnya perspektif gender dalam buku tersebut, Gerdha mengatakan bahwa buku-buku yang kita tulis jangan hanya untuk dibaca orang.
Buku-buku tersebut haruslah sampai pada titik dimana mampu berkontribusi bagi pemerintah maupun lembaga-lembaga non pemerintah ketika membutuhkan referensi terkait kondisi sosial budaya suatu masyarakat.
Dengan adanya penelitian yang komprehensif terhadap kondisi sosio-budaya suatu masyarakat, pemerintah maupun NGO akan sangat terbantu dalam merumuskan sebuah kebijakan.
“Supaya buku-buku kita ini tidak sekadar dibaca orang tetapi punya sumbangan kepada pemerintah dan NGO agar mereka dapat mengintervensi langsung ke masyarakat lokal sesuai dengan apa yang masyarakat bicarakan,” harap nya.
Baca Juga: Saat Perlawanan Tanpa Kekerasan Habis, Memberontak Jalannya
Gerdha mengatakan dalam perspektif antropologi kritis, post-modern dan post-strukturalisme, seharusnya yang ditampilkan dalam tulisan-tulisan yang membahas tentang masyarakat lokal, adalah suara yang keluar dari mulut mereka sendiri. Menurut Gerdha, narasi-narasi dari masyarakat lokal perlu kita dengar dan refleksikan. (*)
Artikel Terkait
Mahasiswa Yahukimo Yogyakarta Gelar Diskusi tentang Perempuan
Mahasiswa UWMY Gelar Diskusi Diskriminasi Terhadap Mahasiswa Papua
I Ngurah Suryawan: Anak Papua Harus Menulis Budayanya Sendiri
Papua Center UI Bedah Buku Hidup Papua Suatu Misteri