Tentang Kamp Pengungsian Theresienstadt dan Boven Digoel

- Minggu, 29 Januari 2023 | 18:13 WIB
Cover Buku Keseharian Orang Buangan di Kamp Kolonial, karya Rudolf Mrazen (Twitter @KomunitasBambu)
Cover Buku Keseharian Orang Buangan di Kamp Kolonial, karya Rudolf Mrazen (Twitter @KomunitasBambu)

Oleh: Manuel Kaisiepo*

Seperti karya-karya sebelumnya yang mampu menampilkan sisi-sisi lain yang 'unik' dalam peristiwa sejarah tertentu, kali ini Rudolf Mrazek kembali menampilkan perbandingan sisi-sisi menyentuh dari kehidupan kamp tahanan di dua tempat berbeda.

Pertama, Kamp Theresienstadt (1942-1946) di Yugoslavia untuk tahanan Yahudi yang dibuat Nazi Jerman selama Perang Dunia II. Dan kedua, Kamp Boven Digoel (1927-1943) di Papua yang dibuat Belanda untuk para pemberontak komunis dan pejuang nasionalis Indonesia.

Baca Juga: Gempa Kuat di Barat Laut Iran Menewaskan Sedikitnya Tiga Orang

Boven Digoel adalah kamp untuk orang yang ditahan akibat aktivitas politiknya; sedangkan Theresienstadt adalah kamp bagi orang yang ditahan akibat ras-nya.

Sebelumnya Mrazek sudah cukup dikenal di Indonesia melalui sejumlah karyanya. Antara lain kajiannya Tan Malaka: A Political Structure of Experience (Jurnal 'Indonesia', Universitas Cornell, 1972).
Buku Mrazek lainnya Sjahrir: politics and exile in Indonesia (1994); dan Engineers of Happy Land (2006).

Baca Juga: 4 Personel TNI Polri Hilang di Sungai Digoel

Buku terbaru Mrazek ini edisi aslinya berjudul The Complete Lives of Camp People: Colonialism, Fascism, Concentrated Modernity (2020). Edisi Indonesia oleh penerbit Komunitas Bambu berjudul Keseharian Orang Buangan Di Kamp Kolonial (2022).

Melalui buku ini Mrazek menyoroti sisi-sisi lain kehidupan dalam kamp tahanan yang jarang diungkapkan. Memang kedua kamp ini sangat berbeda, namun Mrazek berhasil menampilkan sisi-sisinya yang sama.

Melalui pelacakannya pada kedua kamp ini, Mrazek menunjukkan bahwa "gambaran kamp sebagai tempat gelap yang diselimuti keputusasaan", tidak sepenuhnya benar.

Baca Juga: Forum Lapago Jogya Gelar Diskusi tentang Pendidikan yang Membebaskan

Di dua kamp yang jauh jarak dan berbeda kondisinya itu, para tahanannya sama-sama mampu mendirikan sekolah sendiri, bermain teater, bahkan membentuk band Jazz di Boven Digoel dan Theresientstadt.
Mrazek menyebut para tahanan menjalani "kehidupan yang lengkap".

Pembaca Indonesia tentu lebih tahu tentang Kamp Boven Digoel, karena banyak tokoh politik terkemuka pernah ditahan di sana, antara lain Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir. Juga sudah terbit beberapa buku memoar dari para penyintas kamp tersebut.

Bersama buku-buku sebelumnya, karya Mrazek ini memberikan kontribusi pemahaman tentang "kehidupan yang lengkap" di balik kamp tahanan, baik kamp Theresienstadt di Eropa maupun kamp Boven Digoel di Papua. (*)

Halaman:

Editor: Aprila Wayar

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Film Redeeming Love: Kekuatan Doa

Senin, 29 Mei 2023 | 15:18 WIB

EL LIBERTARDO - Sang Pembebas!

Minggu, 5 Februari 2023 | 14:47 WIB

Memahami Kebebasan Ala Baltazar

Rabu, 21 Desember 2022 | 11:42 WIB

Sinopsis Singkat Film Tanah Tabi

Senin, 19 Desember 2022 | 16:14 WIB

Film ORPA: Antara Idealisme dan Kontradiksi

Jumat, 2 Desember 2022 | 18:19 WIB

Krisis Ekologi di Planet Bumi

Kamis, 6 Oktober 2022 | 23:22 WIB

Perjuangan Gerilya Tidak Bisa Diromantisasi

Rabu, 21 September 2022 | 16:35 WIB

Seorang Perempuan Perantau Menemukan Identitasnya

Kamis, 15 September 2022 | 11:15 WIB

Perempuan Papua Melawan Masa Sulit

Kamis, 15 September 2022 | 11:00 WIB
X