COP, lanjut tulisan dalam pernyataan sikap tersebut, adalah forum yang melibatkan 197 negara yang terlibat untuk membicarakan isu perubahan iklim, langkah-langkah untuk menanggulanginya serta menagih komitmen negara-negara dunia dalam menjaga dan melestarikan Bumi.
Baca Juga: Mengganggu Industri Tekstil dalam Negeri, Pemerintah Berantas Bisnis Thrifting
COP sendiri merupakan badan pembuat keputusan tertinggi dari United Nations Framework Convention on Climate Change, yang ditandatangani pada 1992.
“Sejak manusia Papua mendiami tanah Papua, kepemilikan tanah telah menjadi harta yang lebih berharga dibandingkan dengan emas dan perak," katanya.
Dalam filisofi hidup manusia Papua dikatakan bahwa manusia papua tidak bisa dipisahkan dari tanah sebab, tanah di pandang sebagai ibu yang mesti di lindungi, dijaga dan dilestarikan.
Baca Juga: BRIN Optimistis Jadi Penyedia Naskah Kebijakan untuk Pemerintah
Dengan hak yang dimiliki oleh setiap manusia Papua yang diturunkan berkat marga tanah dapat diwariskan turun temurun dengan tujuan agar tanah tersebut dapat diolah dan dikembangkan untuk menunjang kehidupan generasi ke generasi lain.
Sebenaranya, kata mereka, tanah melambangkan harga diri manusia papua itu sendiri. Ketika orang Papua menjadi pemilik tanah (hak ulayat) maka, label sosialnya lebih tinggi karena ia dipandang oleh masyarakat lain disekitarnya sebagai manusia yang kaya akan harta.
“Harta terpenting bagi manusia Papua adalah tanah. Pandangan agama-agama teis di dunia meyakini bahwa manusia diciptakan oleh Sang Khalik dari tanah, dengan kata lain manusia adalah tanah dan ketika saatnya meninggal dunia ia akan dikembalikan ke dalam tanah itu sendiri dan berubah menjadi tanah lagi,” ujarnya.
Baca Juga: Agenda Joko Widodo ke Papua, Tokoh Pemuda Papua: Hanya Pencitraan
Menurut mereka, pemahaman akan tanah sangat luas dan secara khusus bagi manusia Papua.
Tanah dipandang memiliki nilai yang sangat tinggi bahkan setarah dengan nyawa manusia itu sendiri sehingga harus dijaga, dilindungi dan dilestarikan sesuai dengan kebutuhan.
“Belakangan ini walaupun tanah di wilayah Papua Selatan telah banyak berpindah tanah dan dikuasai oleh negara melalui investasi dan investor namun, manusia Papua Selatan masih tetap bergantung pada tanah tersebut,” jelasnya mereka lagi.
Baca Juga: TPNPB Kodap VIII Intan Jaya Klaim Telah Tembak Dua Aparat Indonesia
Mereka percaya bahwa tanah adalah supermarket paling gratis di dunia karerna didalamnya terdapat ragam makanan dan air bersih yang dapat menjamin kesehatan hidup manusia itu sendiri
Artikel Terkait
Masyarakat Adat Tehit Mlaqya Dukung Bupati Sorong Selatan Tolak Kelapa Sawit
Masyarakat Adat Tehit Mlaqya Tolak Kehadiran Perusahaan Kelapa Sawit
Sikap Masyarakat Adat Tehit Mlaqya Tolak Perusahaan Kelapa Sawit
BPTH Turut Mengedukasi Generasi Usia Dini Papua seputar Isu Lingkungan
Pembangunan Bendungan, LBH Papua: Pemerintah Harus Hargai Keputusan Masyarakat Adat
Yayasan Pusaka: Pemerintah Harus Hargai Keputusan Masyarakat Adat Terkait Pembangunan Bendungan
Upaya Menjaga Lingkungan yang Bersih, UKM Dehaling Uncen Membuat Bak Sampah
Jhon Tebai Ajak Mahasiswa FK PMLHK Aktif Terhadap Isu HAM dan lingkungan